Melaka /
Malaka / Malacca merupakan salah satu situs warisan budaya dunia / UNESCO World Heritage Site. Saya lebih senang menyebutnya Melaka. Hati saya
berdebar, mata saya terbelalak, tangan saya sigap memasang kamera handphone
(lebay) ketika bus Panorama yang saya naiki menurunkan penumpang di Bangunan
Merah (Christ Church Melaka). Bangunan yang setiap hari selama 9 bulan saya
buka bolak-balik di internet, akhirnya saya melihatnya sendiri dengan mata
kepala saya. Happiness. Best moment in life tersebut tentu saja terabadikan.
|
Christ Church Melaka |
|
Red Clock |
|
I wish I was in Netherlands |
Puas
jeprat-jepret di 'Kota Merah' ini, saya memutuskan untuk ke penginapan, menaruh tas, dan
janjian bertemu dengan teman yang baru saya kenal di salah satu forum
backpacker. Kami memiliki jadwal penerbangan dan rute yang berbeda untuk menuju Melaka. Kami pun sama-sama tidak terhubung dengan internet sehingga sulit untuk berkomunikasi. Lengkap sudah keprimitifan saya di negeri orang. Hehehe. Selanjutnya, berbekal bukti booking yang dipesan oleh teman saya dan peta yang saya
print dari google map, tanpa tersesat tibalah saya dengan manis nya di Bala’s Bencana Place.
Sembari menunggu kedatangan teman saya, saya titip tas dulu di Bala’s Bencana Place, untuk jalan-jalan keliling Melaka. Jalan keluar sebentar saya
melihat minimarket dengan banyak sepeda di depannya. Saya tanya apakah itu
disewakan dan si pemilik mengiyakan dan bilang biaya sewa sepeda RM 3 / jam dengan
jaminan meninggalkan paspor. Dengan harga sewa sekitar 10 ribu per jam saya
tidak pikir panjang lagi karena memang sudah saya niatkan akan bersepeda
keliling Melaka. Sepedahan di kota impian itu rasanya, priceless. Saya puas melajukan sepeda kesana kemari. Seenak udel saya. Sering melawan arus kendaraan (ngikutin kelakuan bule yang naik sepeda juga). Pikir saya kalau sampai disemprit polisi karena melanggar peraturan bilang saja tidak tahu #SilakanDicontoh. Hehehe. Ternyata objek wisata di Melaka itu saling berdekatan dan
berada di satu kawasan. Meskipun demikian, sepedahan selama satu jam itu kurang untuk mengelilingi
Melaka.
|
Bahagia itu sederhana, Kakak.. |
|
|
Cheng Ho Culture Museum |
|
A Famosa |
|
Becak Ceria |
|
Bukit St. Paul |
|
Dataran Pahlawan |
|
Dinosaurus di tengah kota.. |
|
Masjid Kampung Keling |
|
Monumen Kemerdekaan |
|
Museum Maritim |
|
Miniatur perahu di Jonker Walk |
|
Victoria Fountain |
Satu jam sungguh berlalu begitu cepat. Ketika saya mengembalikan sepeda ke minimarket, saya melihat di seberang minimarket ada juga yang menyewakan sepeda (Sayang-Sayang Guesthouse) dan sepertinya harganya jauh lebih murah. Setelah
mengembalikan sepeda, mengecek teman belum juga datang, saya lanjukan untuk
jalan-jalan di Jonker Night Market. Jonker Night Market adalah pasar malam yang hanya ada setiap akhir pekan di Melaka. Pasar malam yang terkenal itu tidak hanya menjual makanan dan pakaian, tapi juga menjual pisau pemotong sayur. Sungguh lengkap. Kalau mau tahu seperti apa pasar malam di Melaka, coba tonton tayangan wisata kuliner favorit saya 'Kaki Lima ANTV' episode Melaka di youtube.
Di Jonker Night Market, saya makan Laksa Baba Nyonya atau Laksa Kawin
seharga RM 4. Laksa Kawin adalah percampuran dua laksa antara Laksa Baba dan Laksa Nyonya. Laksa Baba adalah laksa dengan kuah santan atau kuah lemak. Sedangkan Laksa Nyonya adalah laksa dengan kuah asam yang pedas. Saya tanya ke si penjual apakah halal dia katakan ya, tapi kok saya tidak yakin. Yasudahlah, tapi rasa laksanya
enak. Laksa berkuah santan pedas dengan isian mie putih besar, tauge, otak-otak direbus,
tahu coklat potong, bakso ikan, dan beberapa potong seafood. Saya tidak mampu
menghabiskannya karena porsinya yang besar.
|
Laksa Baba Nyonya a.k.a Laksa Kawin |
|
Penjual Laksa Kawin |
Selesai
makan saya kembali lagi ke Bala’s Bencana Place. Teman saya masih juga belum
datang. Hari itu Bala’s Bencana Place ternyata penuh dan kami akan dipindahkan ke Sama-Sama
Guesthouse. Dari pada seperti orang hilang di negeri orang saya putuskan untuk pindah ke penginapan
yang dimaksud. Jalan tak seberapa jauh, tibalah saya di sebuah penginapan
bernama Sama-Sama Guesthouse. Sebuah
rumah unik bergaya vintage dan klasik. Cantik. Dan saya suka. Saya
membayar RM 40 (nantinya akan sharing berdua dengan teman) dengan deposit RM 10 untuk kunci (akan dikembalikan ketika check out). Kamarnya sangat luas berukuran 4 x 5 meter
dengan kipas angin dan bertempat tidur empuk.
Istirahat sebentar kemudian mandi
dan berganti kostum. Segera saya menuju ke ruang tamu bergabung dengan 2 perempuan
Jepang dan seorang India (staff guesthouse). Saya hanya sempat
tukar senyum dengan mereka. Tak tahu harus berbuat apa karena teman yang tak
kunjung datang, saya memutuskan duduk sambil wifi-an. Tak lama mereka memutuskan untuk ke Jonker Night Market.
Karena tak mau sendirian di ruang tamu, saya SKSD ke salah satu perempuan Jepang dan bilang ingin
bergabung. Kami berkenalan dan saya ketahui bahwa 2 perempuan Jepang tersebut adalah mahasiswi.
Pertanyaan pertama yang ditanyakan perempuan Jepang ketika mengetahui saya dari Indonesia adalah "Indonesia, J... 48" sambil terbata. Langsung saya jawab "JKT48 sisterhood with AKB48 from Japan. Jeketi (biar kaya anak gaul nyebutnya) is very popular in Indonesia". Si perempuan Jepang angguk-angguk. Padahal saya hanya tahu personilnya yang bernama Melody karena paling sering saya dengar. Jalan-jalan sambil ngobrol-ngobrol, belakangan saya ketahui bahwa staff guesthouse tersebut bukan orang India tetapi orang Nepal dan
ia mahir berbahasa Inggris tetapi tidak bisa bahasa Melayu (staff guesthouse yang saya temui pertama juga dari Nepal namun hanya bisa bahasa Melayu tidak bisa bahasa Inggris). Sekalian saya curhat ke dia perihal Bala’s
Bencana Place. Hitung-hitung mengurangi penderitaan dan berbagi pengalaman.
Hehehe.
Sekitar
satu jam memutari Jonker Night Market, staff guesthouse bertegur sapa dengan seorang solo traveler Jepang (kali ini lelaki). Kami pun berkenalan dan saya tidak bisa menyebut
namanya karena sulit. Batin saya, ini kan orang Jepang yang
saya lihat di Melaka Sentral tadi dan satu bus Panorama dengan saya, beberapa
kali juga ketika saya sepedahan saya berpapasan dengannya. Selanjutnya kami
jalan bareng, foto bersama (ini saya yang over inisiatif sepertinya,
karena mereka tidak terlalu suka foto), dan kembali ke guesthouse. Kebetulan sekali
kami semua satu penginapan.
|
Jonker Night Market |
|
Cafe in Jonker Night Market |
|
Sunset at Jonker Night Market |
|
Jonker Night Market |
|
Melaka does love red |
|
Dim Sum, penjual nya berasal dari Flores dan berpacaran dengan staff guesthouse lainnya dari Nepal juga #rumit |
|
Fish Ball |
|
Fruits Candy alias Sate Buah |
|
Fruits Candy pricelist |
|
Kuih Lobak a.k.a Radish Cake |
Selesai memutari Jonker Night Market, kami kembali dan duduk-duduk di ruang
tamu Sama-Sama Guesthouse. Saya wifi-an sambil ngobrol-ngobrol dengan si lelaki Jepang. Saya tak banyak tanya. Sementara ia bertanya sesuatu yang
saya bingung menjawabnya “Why some moeslem women wearing hijab?”. Itulah awal mula saya bertemu si lelaki Jepang dengan pertanyaannya yang unik dan menggantung di kepala saya.
Pukul 22.00 akhirnya teman saya datang juga. Kami jalan-jalan di Jonker Night Market, teman saya makan malam
dan saya makan tembikar susu alias melon karena fruits stall nya sangat menggiurkan
sekali. Ternyata harganya mahal RM 3,5 atau sekitar 12 ribu rupiah.
|
Fruit Stall |
|
Tembikar Susu alias Melon |
Selesai makan
kami putar-putar sebentar karena sudah banyak stand yang tutup. Foto-foto
sedikit dan kembali ke penginapan untuk beristirahat. Jam sudah menunjukkan
pukul 23.30 dan waktunya untuk tidur cancik dan kece. Hehehe.
|
Dibawah sinar rembulan, saya menunggu Sun Go Kong keluar dari Kuil. Hehehe. |
Pagi harinya sebelum melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur, saya sempatkan untuk jalan-jalan keliling Melaka (lagi). Beberapa objek wisata hanya saya lihat tapi belum sempat saya abadikan dan saya sedikit menyesal. Memang selalu ada alasan untuk kembali ke Melaka.
Review Sama-Sama Guesthouse: Kami berdua tidur di kamar double bed seharga RM 40 (RM 20 per orang atau 70 ribu rupiah dengan rate saat itu). Kamarnya luas, simpel, dan bersih. Berlantai kayu sehingga harus lepas sepatu ketika masuk ke kamar yang ada di lantai atas. Kamar dilengkapi dengan meja rias dengan kaca yang besar, kipas angin, dan selimut tipis. Kasurnya juga empuk. Kamar mandinya bersih dan ada air hangatnya. Tidak tersedia sarapan. Staff yang sangat ramah. Harga dormnya juga sangat murah hanya RM 15. I highly recommend you to stay there. You got beyond what you pay.
Informasi tambahan, sebelum berangkat, saya juga sempat berbalas email dengan beberapa pemilik guesthouse di Melaka. Mereka sangat ramah dan fast response. I also recommend you to stay at Ringo's Foyer and Tidur-Tidur Guesthouse. Saya tidak jadi menginap di female dorm Ringo's Foyer yang seharga RM 17 karena ketika saya tanya pemiliknya untuk booking satu malam, ia bilang tidak bisa karena sistem hanya bisa booking minimal 2 malam ketika akhir pekan. Pemilik Ringo's Foyer juga bilang saya bisa datang langsung. Namun ketika saya sepedahan saya sempat cari lokasi Ringo's Foyer dan menurut saya jauh dari Bangunan Merah. Sementara di Tidur-Tidur Guesthouse, harga per bed nya hanya RM 15. Namun, kalau saya datang sendiri saya akan diberikan satu kamar tanpa digabung dengan orang asing. Konsekuensinya saya harus membayar jumlah bed di kamar itu. Gak jadi backpacker dong. Hehehe.
Berikut foto-foto Melaka saat menjelang fajar..
|
I was in Venice.. tapi KW.. Hehehe.. |
No comments:
Post a Comment