Ini adalah
perjalanan pertama saya ke luar negeri dan sendiri pula. Saking senangnya saya
berangkat pukul 04.00 WIB dini hari dari rumah menuju Soekarno-Hatta. Padahal
jarak antara rumah dengan bandara hanya 15 menit. Check in flight, membayar
Airport Tax sebesar 150 ribu rupiah, dan antri untuk mendapat cap imigrasi keluar Indonesia. Alhasil,
saya menunggu sekitar 2 jam di ruang tunggu bandara untuk Penerbangan Jakarta -
Singapura pada pukul 06.25 WIB.
Cap imigrasi keluar Indoenesia |
Seharusnya perjalanan ini saya lalui bersama 3 orang sahabat tercinta saya. 9 bulan sejak membeli tiket hingga tanggal keberangkatan bukanlah waktu yang singkat. 2 orang sahabat saya pindah kerja dan sedang dalam masa probation sehingga belum mendapat jatah cuti. Sedangkan 1 orang lagi bisa ikut tapi mengajak pacarnya dan akan langsung menyusul ke Kuala Lumpur. Perjalanan ini akan saya lalui bersama teman-teman baru yang saya kenal di forum backpacker.
Selama perjalanan ini saya tidak akan membeli kartu telepon di negara tujuan. Karena saya tidak pakai BBM, urusan eksis bisalah belakangan. Urusan GPS? Saya sudah print google map. Hehehe. Saya ingin handphone saya tetap hidup, bisa wifi, tapi saya tidak ingin menerima telepon maupun sms. Tanya Google, solusi nya adalah flight mode dan wifi on. Kebetulan saya pakai kartu XL, di 3 hari terakhir perjalanan nanti saya akan mengaktifkan paket internet gratisnya.
SINGAPURA
Sekitar pukul 09.00an waktu Singapura (1 jam lebih cepat dari Jakarta) pesawat tiba di Changi Airport. Tujuan selanjutnya adalah imigrasi Changi, dimana saya harus mengisi kartu imigrasi yang berisi nama, asal, berapa lama tinggal di Singapura, alamat tinggal selama di Singapura (alamat hostel), naik pesawat apa dan nomor penerbangannya. Kartu yang telah diisi tersebut beserta paspor diberikan kepada petugas imigrasi untuk kemudian petugas imigrasi akan memberikan sobekan kartu imigrasi beserta paspor yang telah dicap imigrasi masuk Singapura. Sobekan kartu imigrasi tersebut jangan sampai hilang karena akan diminta petugas imigrasi lagi ketika nanti keluar dari Singapura. Sebagai informasi, kartu imigrasi tersebut ada yang dibagikan di pesawat atau di boarding room di Soekarno-Hatta, atau bisa juga ambil sendiri di imigrasi Changi.
Selanjutnya saya menuju Changi MRT Station, kebetulan saya sudah meminjam kartu Ezlink, top up SGD 10, dan tinggal tap mau kemana saja. Top up kartu Ezlink bisa dilakukan sendiri di mesin atau antri di loket petugas MRT Changi. Dari Changi MRT saya menuju ke Bugis MRT. Saya mau naik bus dari Queen Street Bus Shelter (daerah Bugis) menuju terminal bus Larkin Johor Bahru Malaysia untuk kemudian naik bus lagi menuju Melaka (ribet yah tapi jalur ini lebih murah dari pada saya naik bus langsung dari Singapura ke Melaka). Sebenarnya ada alternatif selain ke Queen Street Bus Shelter, yaitu ke terminal bus Kranji Singapura. Apa daya, setelah sampai TKP ternyata saya bingung melihat peta MRT dari Changi ke Kranji, dari pada membuang waktu saya pilih yang mudah yaitu dari Changi ke Bugis.
Setibanya di
Bugis MRT Station, saya pilih exit ke arah Queen Street. Mengikuti papan petunjuk exit, sampailah saya diluar yang
ternyata lapangan luas, saya belok kiri ke arah jalan raya. Selanjutnya belok
kanan dan jalan lurus berlawanan arah dengan arus kendaraan, melewati 1-2
perempatan, saya selalu melihat sisi kiri dan setelah terlihat penampakan halte
dimaksud saya kemudian nyebrang (saya ikut orang-orang yang nyebrang
sembarangan bukan di zebra cross) dan sampailah di halte bus Queen Street. Di
loket bus Causeway Link (CSW), saya tap Ezlink dan terpotong sebesar SGD 2,4 untuk naik bus berwarna kuning tersebut menuju Larkin (bisa juga bayar langsung
ke kondektur yang ada di pintu bus). Sebenarnya
lagi menurut informasi yang saya baca ada yang lebih murah dari bus CSW yaitu bus SBS 170 (SGD 1,7). Tapi
kelebihan bus CSW yaitu bus ini tidak berhenti di setiap halte seperti bus SBS
170.
Papan kuning, loket bus CSW yang tepat berada di Queen Street Bus Shelter |
Sekitar setengah jam perjalanan, bus CSW tiba di Woodland Checkpoint Singapura, saya turun dari bus dengan membawa semua barang bawaan karena bus tidak menunggu penumpang. Kemudian saya antri di loket imigrasi dengan menyiapkan paspor dan sobekan kertas imigrasi yang tadi diberikan petugas imigrasi Changi. Petugas imigrasi Woodland akan mengambil sobekan kertas imigrasi tersebut dan memberikan cap imigrasi keluar Singapura.
Selesai urusan
imigrasi Singapura, saya menunggu bus CSW lagi di Woodland, menunjukkan karcis
nya pada petugas untuk menaiki bus CSW apapun yang lewat. Sepuluh menit perjalanan, bus sampai di checkpoint kedua yaitu Bangunan Sultan Iskandar Johor Bahru
Malaysia. Saya turun dari bus lagi dengan membawa semua barang bawaan. Saya
terkaget-kaget melihat kantor imigrasi yang luasnya hampir sama dengan Terminal
3 Soekarno-Hatta. Kemudian saya antri di loket imigrasi dengan menyiapkan
paspor. Dalam hati saya ada rasa ciut melihat petugas imigrasi Malaysia, mengingat hubungan buruk antara Indonesia dan Malaysia. Tiba gilirannya saya, Pakcik imigrasi yang
bermuka sangar itu bertanya “first time ya”, saya kira si Pakcik tanya apakah
ini pertama kalinya saya keluar negeri, langsung saya jawab “iya” ternyata baru
saya sadari yang dimaksud si Pakcik adalah pertama kalinya ke Malaysia. Oleh karena itu, saya
diminta untuk melakukan finger print terhadap 2 jari telunjuk tangan kanan dan
kiri (prosedur ini mungkin hanya diterapkan bagi yang pertama kali masuk Malaysia via darat). Dengan sedikit berdebar-debar dan voila saya dapat cap imigrasi masuk
Malaysia. Upin Ipin, here I come..
Saking senangnya mendapat cap imigrasi masuk Malaysia, saya jalan terus mengikuti petunjuk exit,
dengan harapan saya akan bertemu bus CSW yang akan membawa saya ke Larkin.
Sudah berjalan agak jauh dan lama saya tak kunjung melihat bus CSW, mulai panik
dan saya sadari bahwa SAYA TERSESAT. Saya bertanya ke seorang Pakcik
yang memakai kaos CSW (saya pikir dia petugas bus CSW), ternyata si Pakcik
bilang kalau saya sudah berada di luar kawasan imigrasi dan harus membeli tiket
bus lagi atau naik taksinya supaya cepat sampai Larkin. Dang! Saya bertanya pada
orang yang salah. Langsung saya bilang maaf ke si Pakcik dan ambil langkah
mundur. Saya mencari petugas keamanan dan tourist information untuk menanyakan
keberadaan bus CSW, yang menggiring saya kembali ke loket imigrasi semula dan
ternyata saya salah belok. Selanjutnya, saya menunggu di antrian bus CSW. Disinilah
kelemahan bus CSW, dimana saya harus menunggu antara 20-35 menit karena bus yang
ke Larkin jumlahnya sedikit, kebanyakan bus CSW yang menurunkan penumpang di
Bangunan Sultan Iskandar kembali lagi ke Singapura. Sementara, bus SBS 170
datang mengangkut penumpang menuju Larkin setiap 5 menit sekali (info ini saya dapatkan dari penduduk lokal yang sama-sama menunggu bus CSW).
MALAYSIA
– TERMINAL BUS LARKIN JOHOR BAHRU
Setelah menunggu sekitar 15 menit, bus CSW yang menuju Larkin pun datang. Sekitar 20 menit perjalanan yang dibutuhkan dari Bangunan Sultan Iskandar menuju Larkin. Estimasi saya sampai di Larkin adalah pukul 11.00, namun karena sempat tersesat dan lain hal, saya baru tiba di Larkin pukul 12.50. Pertama kali melihat terminal Larkin yang saya ingat adalah terminal bus Kalideres Jakarta. Persis sekali. Banyak calo dan sampah. Saya datangi beberapa loket bus tujuan Melaka dan mencari bus yang paling cepat berangkat. Akhirnya saya dapat bus jurusan Larkin – Melaka pukul 13.30 (orang Malaysia bilang pukul satu setengah) seharga RM 21. Sambil menunggu waktu keberangkatan bus, saya ingin makan siang dulu di Larkin tapi ternyata waktunya sudah mepet. Akhirnya saya hanya membeli air mineral di minimarket seharga RM 1. Kemudian mampir ke toilet dan membayar RM 0,30 sen. Tak lama menunggu bus pun berangkat dan hanya terisi 5 orang penumpang termasuk saya dan supir. Belakangan saya ketahui bus yang saya naiki adalah bus Causeway Link (lagi). Sempat hujan selama perjalanan. Mau tidur juga tidak bisa akhirnya saya makan roti yang saya bawa dari Jakarta sambil melihat pemandangan berupa pohon sawit di kanan kiri jalan.
Terminal Bus Larkin, Johor Bahru, Malaysia |
Potongan calo di Larkin persis di Indonesia |
Setelah menunggu sekitar 15 menit, bus CSW yang menuju Larkin pun datang. Sekitar 20 menit perjalanan yang dibutuhkan dari Bangunan Sultan Iskandar menuju Larkin. Estimasi saya sampai di Larkin adalah pukul 11.00, namun karena sempat tersesat dan lain hal, saya baru tiba di Larkin pukul 12.50. Pertama kali melihat terminal Larkin yang saya ingat adalah terminal bus Kalideres Jakarta. Persis sekali. Banyak calo dan sampah. Saya datangi beberapa loket bus tujuan Melaka dan mencari bus yang paling cepat berangkat. Akhirnya saya dapat bus jurusan Larkin – Melaka pukul 13.30 (orang Malaysia bilang pukul satu setengah) seharga RM 21. Sambil menunggu waktu keberangkatan bus, saya ingin makan siang dulu di Larkin tapi ternyata waktunya sudah mepet. Akhirnya saya hanya membeli air mineral di minimarket seharga RM 1. Kemudian mampir ke toilet dan membayar RM 0,30 sen. Tak lama menunggu bus pun berangkat dan hanya terisi 5 orang penumpang termasuk saya dan supir. Belakangan saya ketahui bus yang saya naiki adalah bus Causeway Link (lagi). Sempat hujan selama perjalanan. Mau tidur juga tidak bisa akhirnya saya makan roti yang saya bawa dari Jakarta sambil melihat pemandangan berupa pohon sawit di kanan kiri jalan.
MALAYSIA – MELAKA SENTRAL
Tiga jam
perjalanan yang dibutuhkan dari Larkin untuk sampai di Melaka Sentral, terminal bus nya
Melaka. Kali ini saya tidak mau tersesat lagi. Oleh si supir, penumpang
diturunkan di bagian internasional (antar negara) untuk selanjutnya saya
berjalan kaki ke bagian domestik (seperti bandara, ya). Kok saya tau ada bagian internasional dan domestik? Jadi ceritanya ketika bus memasuki wilayah Melaka Sentral, saya sudah melihat bus panorama berjejer banyak. Batin saya, loh kok bus ini malah menjauh. Ketika turun bus, saya lihat papan bertuliskan "International Departure/Arrival". Langsung saja tanpa banyak tanyak saya cari "Domestik Departure/Arrival" dan ketemu. Di bagian domestik, saya menunggu di platform No. 17 untuk menaiki bus Panorama No. 17 (bus Panorama mulai dari No. 1 - 20an dengan tujuan berbeda-beda).
Sesampainya di Melaka Sentral niatnya saya ingin membeli tiket bus untuk ke Kuala Lumpur esok hari. Entah mengapa, saya malah lupa niat tersebut. Tapi yang saya ingat antrian di loket-loket bus domestik sangat panjang saat itu. Sebelumnya saya sempatkan dulu ke toilet dan membayar RM 0,30 sen (tarif toilet Melaka Sentral sama seperti di Larkin).
Sekitar 15 menit
menunggu, datanglah bus Panorama No.17. Bus yang datang tidak langsung mengangkut penumpang karena si supir seperti mengurus administrasi dulu di dalam terminal. Saya mengikuti penduduk lokal yang antri di depan pintu bus. Ketika supir bus (yang merangkap kondektur) sudah siap dan membuka pintu bus, saya langsung naik kedalamnya. Ketika menaiki bus, kepada si supir saya minta diturunkan di
Bangunan Merah (Christ Church Melaka) dan membayar sebesar RM 1,3 (uang pas
karena supir tidak ada kembalian).
MALAYSIA
– MELAKA
15 menit
kemudian bus Panorama yang saya naiki sampai di Bangunan Merah. Perjalanan
selanjutnya adalah menuju ke penginapan dan janjian bertemu dengan teman pada
pukul 18.00 waktu Melaka. Teman yang baru saya kenal dari forum backpacker. Itulah serunya punya travelmate dari forum backpacker, kami tak harus satu pesawat untuk pergi bersama. Berbekal peta yang saya print dari google map (peta spesifik sampai ke nama gang), tanpa
tersesat tibalah saya dengan manis nya di Bala’s Place. Teman saya ternyata
belum sampai. Saya pun tak bisa menanyakan keberadaannya karena kami sama-sama tak
terhubung dengan internet. Ternyata pada hari itu Bala’s Place penuh dan si pemilik memindahkan saya ke
guesthouse lain. Ada kejadian kurang menyenangkan selama saya menunggu teman yang tak kunjung datang di Bala’s Bencana Place. Meskipun demikian, saya menyempatkan untuk jalan-jalan menikmati indahnya Melaka dengan naik sepeda..
Karena teman yang masih belum juga datang, saya setuju untuk dipindahkan ke Sama-Sama Guesthouse,
check in dengan membayar RM 40 (nantinya kalau teman saya datang akan kami share berdua) untuk kamar double bed dan deposit RM 10
untuk kunci (akan dikembalikan ketika check out). Sedangkan untuk kamar dorm harga nya RM 15. Sebuah rumah unik bergaya
vintage dan klasik. Cantik. Dan saya suka. Kamarnya sangat luas berukuran 4 x 5
meter dengan kipas angin dan bertempat tidur empuk. Istirahat sebentar kemudian
mandi dan berganti kostum. Segera saya menuju ke ruang tamu bergabung dengan 2
perempuan Jepang dan seorang staff guesthouse lelaki Nepal.
Salah satu tujuan saya datang ke Melaka di akhir pekan adalah pasar malam nya yang terkenal itu, Jonker Night Market. Saya, 2 perempuan Jepang, dan staff guesthouse Nepal menuju Jonker Night Market. Di pasar malam, staff guesthouse bertemu dengan seorang lekaki Jepang karena kebetulan satu penginapan dengan kami. Kami pun berkenalan dan saya tidak
bisa menyebut namanya karena sulit. Selesai memutari Jonker Night Market,
kami kembali ke guesthouse, duduk-duduk di ruang tamu sambil wifi-an (flight mode - wifi on).
Sekitar pukul 22.00 akhirnya teman saya datang, kami pun jalan-jalan di Jonker Night Market. Foto-foto sedikit dan kembali ke
penginapan untuk beristirahat. Jam sudah menunjukkan pukul 23.30 dan waktunya
untuk tidur cancik dan kece. Hehehe.
Rincian biaya Day #1:
Tiket AA JKT - SIN PP = Rp 440.000
Airport Tax = Rp 150.000
Top up Ezlink = SGD 10 x Rp 8.250 = Rp 82.500
Bus Causeway Link Queen Street - Larkin = SGD 2,4 (tap Ezlink)
Bus Causeway Link Larkin - Melaka = RM 21 × Rp 3.500 = Rp 73.500
Toilet 2 kali = RM 0,60 × Rp 3.500 = Rp 2.100
Bus Panorama = RM 1,3 × Rp 3.500 = Rp 4.550
Sepeda / jam = RM 3 × Rp 3.500 = Rp 10.500
Penginapan = RM 20 × Rp 3.500 = Rp 70.000
Makan+minum = RM 10,2 × Rp 3.500 = Rp 35.700
Total biaya Day #1 = Rp 868.850
Hi mbak, salam kenal blognya ceritanya menarik dan informatif :)
ReplyDelete